MADIUN,mataramanews.com – Porang alias iles-iles, atau yang memiliki nama latin Amorphophallus Muelleri saat ini menjadi komoditas ekspor yang sedang populer di dunia. Di Kabupaten Madiun yang kini menjadi sentra perkebunan porang, terbentang lebih dari 1.000 hektare tanaman porang.
Para petani di Madiun pun banyak yang mulai tertarik menanam porang di lahan kosong mereka, di bawah tegakan. Namun, sayangnya, masih banyak petani yang menggunakan pupuk kimia untuk tanaman porang mereka.
Padahal selain dapat merusak unsur hara dalam tanah, penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dapat merusak kualitas tanaman porang. Hal itu disampaikan, Ketua Yayasan Masyarakat Porang Indonesia (YMPI) Jumanto.
Karena itu Jumanto dan rekan-rekannya yang tergabung dalam YMPI getol mengkampanyekan penggunaan pupuk organik. Menurut Jumanto, pemahaman ini penting diketahui para petani porang agar kualitas porang yang dihasilkan layak untuk diekspor.
“Porang kan identik dengan makanan sehat. Kalau pakai pupuk kimia, dikhawatirkan porang tidak laku di luar negeri. Padahal di dalam negeri, porang belum diproduksi secara maksimal. Tentunya juga dapat mempengaruhi harga jualnya,” kata Jumanto saat berbincang dengan MN, Selasa (20/4/2021).
Jumanto mwnuturkan, YMPI merupakan lembaga yang dua tahun terakhir mendampingi para petani di Madiun dan beberapa kabupaten di Jawa Timur dalam mengembangkan porang. Tidak hanya memberikan pelatihan terkait pengembangan porang, YMPI juga mengkampanyekan dan memberikan pelatihan penggunaan pupuk organik untuk tanaman porang.
Saat ini, lanjut Jumanto, terdapat sekitar 3.500 petani porang di Kabupaten Madiun yang didampingi YMPI. Ribuan petani porang di Kabupaten Madiun ini tersebar di 10 desa di Kecamatan Saradan, Dagangan, Dolopo, Gemarang, dan Kecamatan Kare.
Ia mengatakan, masih banyak petani porang yang menggunakan pupuk kimia dengan kadar tinggi. Para petani meyakini, penggunaan pupuk kimia bisa memaksimalkan hasil panen porang.
Minimnya pemahaman para petani tentang dampak negatif pupuk kimia terhadap tanaman porang, akan merugikan mereka sendiri. Apabila penggunaan pupuk kimia untuk porang tidak segera dihentikan, nasib porang diprediksi hanya akan bertahan dua hingga tiga tahun saja.
“Kalau penggunaan pupuk kimia sangat tinggi, tentu dalam waktu dua hingga tahun, kualitas porang akan rusak,” katanya.
Selain kesalahan dalam penggunaan pupuk kimia, ia juga banyak menjumpai petani yang salah ketika memanen katak (bibit porang) dari tanaman porang. Sebagian besar, petani memanen katak sebelum waktunya.
“Belum waktunya tetapi sudah dipanen. Semisal saat ada katak di tanaman porang belum waktunya ripah [ambruk], tetapi diambil paksa. Padahal seharusnya kataknya harus jatuh sendiri. Ini berpengaruh pada kualitas katak itu. Siapa yang rugi? Ya pembeli kataknya,” jelasnya.
Jumanto mengatakan, masih banyak petani yang belum memahami mengenai teknis perawatan porang. Maka, kata Jumanto, penting untuk dilakukan pendampingan secara benar.
Apalagi, lanjut Jumanto, saat ini sudah dikeluarkan bibit varietas Madiun 1 yang sudah diakui pemerintah. Saat ini YMPI juga sedang mendampingi para petani porang untuk mengajukan sertifikasi porang varietas Madiun 1.
Jumanto menambahkan, saat ini ada sekitar 2.070 hektare lahan yang sudah disiapkan untuk menjalani sertifikasi pengembangan bibit porang varietas Madiun 1.
Sementara Kepala Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Purnomo, membenarkan saat ini masih banyak warganya yang menanam porang, namun belum memiliki pengetahuan cara merawat yang baik dan benar.
Purnomo berharap, ke depan para petani terutama di desanya memiliki pemahaman yang benar tentang cara menanam dan memanen porang. Sehingga, hasil panen dapat maksimal dan mensejahterakan para petani.
Purnomo yang juga seorang petani porang, setuju penggunaan pupuk kimia dapat merusak tanah dan tanaman porang. “Makanya kami selalu mensosialisasikan kepada petani porang supaya menggunakan pupuk organik. Saat ini, para petani porang di Desa Durenan, juga sudah mendapatkan pendampingan dari YMPI,” katanya.
Komentar