oleh

PDIP: Mendesak, Pedoman untuk Tafsirkan Pasal-pasal yang Dianggap Multitafsir

Jakarta, Nusantaranews.com – Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Tubagus Hasanuddin mengatakan bahwa yang paling mendesak dilaksanakan terkait polemik revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah soal pedoman aparat dalam menafsirkan pasal-pasal yang dianggap multitafsir.

Menurut Hasanuddin, jika pun ada yang dianggap sebagai kelemahan UU ITE saat ini adalah bukan menyangkut substansi besarnya. Sebab UU ITE adalah yang diperlukan untuk memastikan, salah satunya antar rakyat tidak saling menghujat atau menyebarkan kebencian.

“Dapat dibayangkan bagaimana negeri ini akan kacau kalau bila rakyatnya dibebaskan saling menghujat, saling membuka aib dan saling mengungkapkan kebencian secara bebas dan vulgar. Termasuk menyebarkan kebencian karena SARA. Padahal negeri ini kan negeri yang berkarakter pluralisme yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,” kata Hasanuddin, Rabu (17/2/2021).

“Kritik membangun sah-sah saja dan dilindungi UU. Tapi jangan mencampuradukkan kritik dengan ujaran kebencian, apalagi penghinaan yang berujung laporan kepada polisi. Negeri ini tak boleh terperangkap dalam jebakan mereka yang tak menghendaki Indonesia damai dan sejahtera,” tambah Hasanuddin.

Berdasarkan telaah yang dilakukan Hasanuddin, setidaknya ada dua pasal di UU ITE yang kerap dituduh sebagai pasal karet. Hasanuddin membahasakannya sebagai multitafsir. Yakni Pasal 27 ayat 3 mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Bagi Hasanuddin, tak adil jika pasal ini begitu saja dituding sebagai pasal karet, sebab acuannya adalah pasal 310 dan 311 KUHP.

Satu lagi adalah Pasal 28 ayat 2 terkait menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok berdasarkan SARA.

Bagi Hasanuddin, jika menelisik lebih dalam lagi, yang kerap dianggap sebagai celah kelemahan UU ITE sebenarnya pada potensi penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum. Nah jika memang dugaan penyalahgunaan ini benar terjadi, yang sebenarnya harus dibenahi adalah moralitas dan konsistensi aparat.

“Sejelas apapun pasalnya kalau ada di tangan aparat bermasalah, semua pasal akan jadi karet semua,” kata Hasanuddin.

Maka itu, dirinya melihat bahwa yang dibenahi saat ini sebaiknya adalah pedoman bagi aparat di lapangan yang tidak multitafsir.

“Tapi begitupun, DPR itu akan selalu terbuka untuk duduk bersama Pemerintah melakukan revisi. Tapi kalau memang harus direvisi, semangat utamanya adalah harus demi rasa keadilan dan demi tetap utuhnya NKRI,” tegas purnawirawan TNI bintang dua itu.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *